TEKS CERITA PENDEK
Teks cerpen: berisi pengisahan tentang
seseorang/kelompok orang dengan tujuan menyelsaikan masalah
Tujuan sosial:
menyelesaikan masalah dalam sebuah cerita
Ciri-ciri:
Ditata
dengan dengan struktur: Orientasi (Pengenalan), Masalah (Komplikasi), Pemecahan
masalah (Resolusi)
Contoh:
Kupu-Kupu Ibu
Aku melihatnya. Aku melihat
perempuan yang pernah kau ceritakan. Sepulang sekolah tadi, di dekat taman, aku
melihat sepasang kupu-kupu berputar saling melingkar. Akan tetapi, mereka tak
seperti kupu-kupu dalam ceritamu, Ayah. Mereka lebih cantik. Yang satu berwarna
hitam dengan bintik biru bercahaya seperti mutiara. Yang lain bersayap putih
jernih, sebening sepatu kaca Cinderella, dengan serat tipis kehijauan melintang
di tepi sayapnya.
Aku takjub. Aku mengejarnya.
Kupu-kupu itu masuk ke dalam taman, dan aku terus saja mengikutinya. Dan
ternyata kedua kupu-kupu itu menghampiri seorang perempuan yang duduk di bangku
yang agak terpisah dari bangku-bangku taman lainnya. Kupu-kupu itu asyik
berputar-putar di atas kepala perempuan itu.
Aku tersadar. Itu perempuan
yang Ayah ceritakan. Sebelum aku sempat membalikkan badan untuk meninggalkan
taman itu, ia berbicara padaku. Aku tak menyangka. Tidak, Ayah. Ia tidak bisu
seperti yang kau bilang. Dan katamu ia seorang yang menyeramkan, hingga aku
membayangkan perempuan itu sebagai nenek penyihir. Ayah, perempuan itu sangat
cantik. Sama cantiknya dengan kedua kupu-kupu itu.
Oya, dia baik juga. Ia memintaku duduk di sisinya. Menemaninya bermain dengan kupu-kupu itu. Dia mengajariku membelai sayap kupu-kupu. Kami bercerita tentang kesukaan kami masing-masing. Dan ternyata, selain menyenangi kupu-kupu, kami juga sama-sama menyukai es krim rasa vanila dengan taburan kacang almond, senang buah apel, dan tidur di antara banyak bantal dan boneka.
Oya, dia baik juga. Ia memintaku duduk di sisinya. Menemaninya bermain dengan kupu-kupu itu. Dia mengajariku membelai sayap kupu-kupu. Kami bercerita tentang kesukaan kami masing-masing. Dan ternyata, selain menyenangi kupu-kupu, kami juga sama-sama menyukai es krim rasa vanila dengan taburan kacang almond, senang buah apel, dan tidur di antara banyak bantal dan boneka.
***
Kau ingat ceritaku, Ning?
Tentang dua ekor kupu-kupu dan seorang perempuan yang jatuh cinta pada mereka?
Ah, kurasa kau sudah lupa. Ketika pertama kali kuceritakan ini, kau masih
kecil, belum juga TK. Bahkan aku masih ingat, kau memakai terusan jingga dengan
hiasan pita merah melingkar di pinggang, bergambar kelinci putih yang
mengedipkan matanya di bagian depan. Baju kesukaanmu saat itu. Kau berbaring di
tempat tidur. Menatapku. Menunggu dongeng pengantar tidur. Ada segaris senyum
tipis di wajah kanakmu yang hening. Sehening namamu, Ning.
Aku rindu menceritakannya lagi
padamu. Sembari mengenang masa kecilmu yang penuh cekikik geli atau rengekan
manja yang sering membuatku gemas. Anggap saja masa kecilmu tak sanggup
mengingat dongeng itu. Dan sekarang, aku akan mengingatkannya kembali untukmu,
Ning.
Setiap senja, Ning, di taman
dekat sekolah, selalu ada seorang perempuan yang duduk di sudut taman. Ketika
langit mulai berwarna jingga, ia hadir di taman itu dan selalu menunggu
kedatangan dua ekor kupu-kupu cantik. Ya, keduanya cantik. Yang seekor bersayap
hijau dengan serat-serat kecokelatan pada garis guratannya. Kira-kira seperti
daging buah avokad yang matang. Dan yang seekor lagi bersayap biru, dengan
sedikit bintik-bintik putih. Ya, mirip dengan motif tas tangan ibu di potret
keluarga yang ada di ruang tamu. Tak ada yang tahu tentang apa yang
dilakukannya bersama kedua kupu-kupu itu setiap senja. Lalu setelah langit
kehilangan garis jingga terakhir, kedua kupu-kupu itu pun meninggalkan taman,
sebelum malam membuat mata mereka jadi buta. Perempuan itu pun pergi. Berjalan
gontai, dengan tundukan kepala yang dalam. Seolah ia ingin sekali melupakan
seluruh hari yang pernah dijalaninya.
Orang-orang di sekitar sini
tak ada yang mengenalnya. Tak ada yang tahu namanya. Tak ada yang mengerti ia
berasal dari keluarga yang mana. Bahkan tak ada yang pernah berbicara
dengannya. Walau hanya sekadar perbincangan basa-basi tanpa perkenalan.
Orang-orang tak tahu di mana rumahnya. Kemudian setiap senja berakhir, ketika
orang-orang mulai sibuk dengan menu makan malam dengan keluarganya
masing-masing, perempuan itu seakan-akan menghilang. Tak ada jejak yang bisa
menunjukkan keberadaannya.
Bagimu mungkin tak ada yang
mengherankan. Seperti juga dirimu yang mencintai kupu-kupu. Semua berjalan
seperti biasa tanpa ada kejadian yang berarti. Sampai kemudian tersiar kabar
bila perempuan itu bisu. Karena sempat di suatu pengujung senja, saat perempuan
itu meninggalkan taman, seseorang tak sengaja melihatnya lalu menyapanya. Tapi
perempuan itu cuma mengangguk tersenyum, tanpa bicara apa-apa.
Lambat laun orang-orang mulai
curiga dengan keberadaannya di taman. Orang-orang juga heran dengan keberadaan
kedua kupu-kupu itu. Banyak yang menduga bila perempuan itu bisa berbicara
dengan kupu-kupu. Hanya dengan kupu-kupu, Ning. Orang-orang pun mulai
menyiarkan kabar bila perempuan itu memiliki ilmu hitam. Sejak itu pula
orang-orang mulai menjauhinya. Tak ada yang mau datang ke taman dekat sekolah
setiap senja. Orang-orang takut akan bertemu dengan perempuan itu bila datang
ke sana. Itulah sebabnya, taman dekat sekolah selalu sunyi sebelum senja
datang, sebelum langit mengguratkan cahaya jingga di tubuhnya.
Ning, ini bukanlah dongeng
seperti yang biasanya kuceritakan sebelum kau tidur. Bukan cerita serupa Putri
Rapunzel, Cinderella, Putri dan Biji Kapri, Tiga Babi Kecil, atau cerita
Serigala yang Jahat. Tapi ini benar-benar ada. Perempuan itu betul-betul datang
setiap senja ke taman dekat sekolah. Ayah sengaja menceritakan ini agar kau tak
datang ke taman ketika kau pulang sekolah saat senja.
***
Ning, mengapa kau kemari lagi?
Segeralah pulang. Ayahmu akan curiga bila kau selalu pulang terlambat dari
sekolah. Kau pun pasti telah mendengar dari orang-orang tentangku. Aku memang
kesepian. Gunjingan orang-orang membuatku disingkirkan. Tapi, janganlah kau
terlampau sering datang menemuiku. Apalagi bila hanya ingin bermain dengan
kupu-kupu yang sering menemaniku. Atau sekadar ingin membawakan aku es krim
atau buah apel. Kau bisa bermain dengan kupu-kupu lain yang mungkin lebih
cantik dari kedua kupu-kupu di taman ini. Kau juga bisa makan es krim dengan
ayahmu. Sedangkan aku sudah terbiasa hidup dalam kesendirian. Setidaknya aku
masih bisa menemukan sedikit keributan di taman ini setiap senja. Mendengar
kepak sayap burung-burung yang pulang ke sarang, riuh pepohonan menyambut malam
yang membawakan selimut tidurnya, bising binatang malam yang bersiap keluar
sarang bila malam tiba. Tonggeret, kodok, jangkrik. Jujur saja, aku lebih suka
sendiri. Aku tak mau merepotkanmu. Karena suatu saat kau mungkin akan menemui
kesulitan hanya karena keberadaanku.
Aku yakin, Ning, suatu saat
kau akan menemukan kupu-kupu yang kau sukai. Yang akan selalu menemanimu. Meski
ia harus mengalami kelahiran berulang kali sebagai kupu-kupu, untuk menemanimu.
Ning, aku tak ingin orang-orang akan ikut bergunjing tentangmu, hanya karena
kau menemuiku di sini. Aku tak mau orang-orang menjauhimu, bila mereka tahu kau
pernah datang mengunjungiku. Bahkan teman-teman sekolahmu mungkin tak mau lagi
berbicara denganmu. Pulanglah, Ning. Aku juga harus bergegas pulang. Matahari
telah tampak uzur hari ini. Sudah tiba waktunya bagi kedua kupu-kupu ini untuk
tidur.
***
Ayah, senja tadi aku tak
melihat kedua kupu-kupu itu di taman. Mungkin mereka sedang tidur. Mungkin
mereka tanpa sadar sudah menanggalkan sayapnya, menanggalkan ruhnya, menjadi
telur-telur cantik yang akan menetas jadi ulat-ulat cantik warna-warni dan gemuk,
dan sebentar lagi bersemayam dalam kepompong putih yang rapuh lalu menjadi
kupu-kupu baru yang lebih cantik.
Ayah, aku juga tak melihat
perempuan itu. Tak ada seorang pun di taman senja tadi. Aku sudah berkeliling
mencarinya. Padahal, aku sudah membeli sebatang cokelat putih untuk kami
nikmati bersama-sama. Ayah, apa perempuan itu marah padaku? Apa perempuan itu
kesal karena aku sering mengunjunginya? Apa kunjunganku membuat perempuan itu
terganggu? Kalau ia memang marah, aku tak mengerti sebabnya. Dia tak pernah
marah padaku. Selalu tersenyum bila aku datang, mencium keningku setiap kami
berpisah di pertigaan dekat taman ketika kami pulang bersama sehabis senja.
Perempuan itu tak pernah mengatakan bila ia terganggu dengan keberadaanku.
Memang perempuan itu pernah
melarangku untuk datang menemuinya. Perempuan itu mengatakan bila ia lebih suka
sendiri. Tapi aku tak percaya padanya. Aku yakin bila ia tak mau menemuiku
karena sebab lain. Karena biasanya wajah perempuan itu selalu tampak riang
menyambut kedatanganku. Bila aku berlari menghampirinya, tangannya akan
terentang lebar ingin memelukku. Aku tahu ia selalu menunggu kedatanganku.
Ayah, aku rindu pada kedua
kupu-kupu itu. Aku juga ingin bertemu dengan perempuan itu. Kuharap kau tidak
marah bila aku sering menemuinya. Aku sangat senang bermain dengan mereka. Jauh
lebih menyenangkan dibandingkan bermain lompat tali dengan teman-teman. Ayah,
apa kau betul-betul tak mengenal perempuan itu? Apa kau benar-benar tak tahu di
mana ia tinggal? Kumohon, antarkan aku ke sana.
***
Ning, lihatlah halaman rumah
kita, penuh dengan kupu-kupu mungil warna-warni yang cantik. Sayap mereka
berkilauan. Tapi ada tiga kupu-kupu yang lebih besar. Lihatlah, yang dua ekor
itu seperti yang kau temui di taman bukan? Dan yang paling besar adalah
kupu-kupu yang tercantik dari seluruh kupu-kupu itu. Aku pun baru kali ini
melihat kupu-kupu seindah itu, Ning. Warna ungu dan hijau di sayapnya berpadu
sangat serasi. Caranya mengepakkan sayap dengan pelan dan lembut. Sangat
anggun, seperti ibumu.
Lihat, matamu sampai
berkaca-kaca melihatnya. Kau senang bukan, sekarang kau memiliki banyak sekali
kupu-kupu yang indah. Kau rindu pada kupu-kupu, kan? Bermainlah bersama mereka,
Ning. Aku yakin mereka pun akan senang bermain denganmu.
***
Tidak. Aku tak ingin bermain
bersama mereka. Lihatlah kupu-kupu yang paling besar itu. Kupu-kupu itu memang
yang paling cantik. Tapi, warnanya persis sama dengan warna gaun perempuan itu
ketika terakhir kali aku menemuinya. Perempuan itu, Ayah. Aku tak mau ia berubah
menjadi kupu-kupu hanya untuk menemaniku. Biar saja kupu-kupu lainnya
meninggalkanku, asalkan perempuan itu tetap ada untukku. Aku tak ingin bermain
dengan kupu-kupu. Aku ingin perempuan itu, Ayah. Hanya perempuan itu. Aku hanya
ingin ibuku.
Yogyakarta,
2006
Comments
Post a Comment
BC Adetya Rakasihwi - tidak bertanggung jawab atas isi komentar yang ditulis. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE