BAB I
Karya
sastra sebagai wujud gagasan seseorang melalui pandangan terhadap lingkungan
sosial yang berada di sekelilingnya dengan menggunakan bahasa yang indah. Perkataan
kesusastraan itu berasal dari bahasa
Sanskerta, Susastra. Su berarti baik atau bagus, Sastra berarti: buku, tulisan atau
huruf. Jadi kesusastraan itu berarti
himpunan buku-buku yang mempunyai bahasa yang indah serta isi yang baik pula
(Ambary, 1983:7). Dalam kesusastraan khusus, karangan itu harus meliputi bahasa
yang terpelihara baik, isinya yang baik, indah, yaitu yang benar-benar
menggambarkan kebenaran dalam kehidupan manusia, setelah itu disertai cara
menyajikannya menarik, sehingga berkesan di hati pembaca.
Karya
sastra merupakan karya seni. Ia lahir sebagai hasil kontemplasi pengarang
dengan realitas yang ada saat itu. Kehadirannya merupakan wakil diri pengarang
kepada masyarakatnya. Melalui karya sastra yang diciptakannya, kita dapat
melihat pikiran dan pandangan pengarang terhadap kenyataan yang ada (Suhardi,
2011: 12).
Sastra
adalah suatu karya seni dalam eksistensinya mengungkapkan peristiwa-peristiwa
hidup dan kehidupan yang terjadi di masyarakat dengan menggunakan bahasa
sebagai mediumnya (Sutresna, 2006:2).
Sastra merupakan perwujudan pengalaman sastrawan tentang sesuatu (benda, orang,
atau gagasan) yang diungkapkan dengan menggunakan bahasa yang kreatif sehingga
terwujudlah bayangan kenyataan itu (Effendi dalam Sutresna, 2006:4). Pengalaman
tersebut dapat dicapai melalui pengalaman indera (apa yang dilihat, didengar,
dirasakan), dan pada akhirnya pengalaman nalar atau akal budiitu akan muncul
dalam bentuk karya sastra.
Sastra
menjelaskan kepada kita tentang konsep sastra sebagai salah satu disiplin ilmu
humaniora yang akan mengantarkan kita ke arah pemahaman dan penikmatan fenomena
yang terkandung di dalamnya. Sastra adalah suatu bentuk dan hasil pekerjaan
seni kreatif yang objeknya manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa
sebagai mediumnya (Atar Semi dalam Sutresna, 2006:5)
Pada
dasarnya karya sastra merupakan karya cipta yang mengungkapkan kembali
pengamatan dan pengalaman pengarang tentang peristiwa pada kehidupan yang
menarik. Peristiwa-peristiwa itu merupakan peristiwa nyata atau mungkin hanya terjadi
dalam dunia khayal pengarang. Sastra memiliki dunia sendiri. Suatu kehidupan
yang tidak harus identik dengan kenyataan hidup (Nurgiyantoro, 1995:3). Kesusastraan
pada saat ini telah mengalami perkembangan yang pesat dan menggembirakan.
Sepanjang sejarah kehidupan manusia, sastra akan terus bergerak, tumbuh, dan
berkembang. Karya sastra adalah suatu hasil cipta manusia yang berdasarkan
kenyataan dan diberi imajinasi pribadi lewat media lisan maupun tulisan.
Salah
satu bentuk karya sastra adalah legenda. Dalam Wikipedia, legenda berasal dari
bahasa latin legere, yang berarti
cerita prosa rakyat yang dianggap oleh yang mempunyai cerita sebagai sesuatu
yang benar-benar terjadi. Oleh karena itu, legenda sering kali dianggap sebagai
“sejarah” kolektif (folk history). Walaupun demikian, karena tidak tertulis, maka kisah tersebut telah
mengalami distorsi sehingga sering kali jauh berbeda dengan
kisah aslinya. Oleh karena itu, jika legenda hendak dipergunakan sebagai bahan
untuk merekonstruksi sejarah, maka legenda harus dibersihkan terlebih dahulu
bagian-bagiannya dari yang mengandung sifat-sifat folklor.
Dalam tulisan ini, peneliti
membahas mengenai analisis komparatif nilai pendidikan pada karya sastra
berbentuk legenda. Analisis komparatif adalah penelitian yang bersifat
membandingkan. Penelitian ini dilakukan untuk membandingkan persamaan dan
perbedaan dua atau lebih fakta-fakta dan sifat-sifat objek yang diteliti
berdasarkan kerangka pemikiran tertentu. Menurut Nazir (2005: 58) penelitian
komparatif adalah sejenis penelitian deskriptif yang ingin mencari jawaban
secara mendasar tentang sebab-akibat, dengan menganalisis faktor-faktor
penyebab terjadinya ataupun munculnya suatu fenomena tertentu.
Sastra merupakan hasil cipta atau
karya manusia dan sastra juga merupakan penggambaran kehidupan yang dapat
dituangkan melalui ekspresi berupa tulisan. Terdapat hubungan yang sangat erat
antara sastra dan kehidupan, karena fungsi sosial sastra adalah bagaimana ia
melibatkan dirinya di tengah-tengah kehidupan masyarakat. Setiap hasil karya
seseorang yang diekspresikan melalui tulisan yang indah, tentu karya tersebut
dinikmati karena mempunyai nilai estetis dan dapat menarik para pembaca. Sastra
juga dapat mempengaruhi pola pikir seseorang atau kelompok masyarakat, karena
sastra merupakan salah satu kebudayaan, sedangkan salah satu unsur kebudayaan
adalah sistem nilai. Oleh karena itu, di dalam sebuah karya sastra tentu akan
terdapat gambaran-gambaran yang merupakan sistem nilai, salah satunya nilai
pendidikan.
Karya legenda edukatif adalah
suatu kegiatan kreatif sebuah karya seni. Legenda Malin Kundang merupakan
legenda yang begitu populer diceritakan sebagai pengantar pendidikan untuk
menghormati orang tua. Materi pelajaran tentang legenda pun sudah diajarkan
kepada peserta didik mulai dari tingkat Sekolah Dasar (SD) sebagai bentuk
pengenalan karya sastra kepada siswa-siswi tingkat dasar tentang asal mulanya
terjadi suatu tempat, gunung, peristiwa, dan sebagainya. Di dalam legenda juga
mencakup pemberian pesan-pesan pendidikan dalam ranah pendidikan religius,
pendidikan moral, pendidikan sosial, dan pendidikan budaya. Untuk itu, sastra dapat
berfungsi sebagai kaya seni yang bisa digunakan sebagai sarana menghibur diri
pembaca dengan memberikan nilai-nilai pendidikan didalamnya. Hal ini sesuai
dengan pendapat Nurgiyantoro, yang menyatakan bahwa membaca sebuah karya sastra
fiksi berarti menikmati cerita dan menghibur diri untuk memperoleh kepuasan
batin bahkan sampai kepada penyentuhan qalbu pembaca tentang arti sebuah
pesan-pesan pendidikan melalui torehan pena sang pujangga.
Darmodiharjo (dalam Setiadi, 2006:117) mengungkapkan nilai merupakan
sesuatu yang berguna bagi manusia baik jasmani maupun rohani. Sedangkan
Soekanto (1983:161) menyatakan, nilai-nilai merupakan abstraksi dari
pengalaman-pengalaman pribadi seseorang dengan sesamanya. Nilai merupakan
petunjuk-petunjuk umum yang telah berlangsung lama yang mengarahkan tingkah
laku dan kepuasan dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, nilai dapat dikatkan
sebagai sesuatu yang berharga, bermutu, menunjukkan kualitas, dan berguna bagi
manusia. Sesuatu itu bernilai berarti sesuatu itu berharga atau berguna bagi
kehidupan manusia.
Berangkat dari hal tersebut, karya sastra tidak terlepas dari nilai-nilai
yang dikandungnya. Nilai-nilai dalam karya sastra merupakan hasil ekspresi dan
kreasi estetetik pengarang (sastrawan) yang ditimba dari kebudayaan
masyarakatnya (Sumardjo, 199: 2). Nilai ideal pengarang tersebut berupa
aspek-aspek nilai kehidupan, khususnya nilai-nilai pendidikan. Suatu karya
sastra bisa dikatakan baik jika mengandung nilai-nilai yang mendidik.
Nilai-nilai pendidikan dapat diungkap manusia melalui berbagai hal di
antaranya melalui pemahaman dan penikmatan sebuah karya sastra. Ada empat macam
nilai pendidikan religius, moral, sosial, dan budaya. Nilai-nilai tersebut
tentunya tidak berbeda dengan nilai-nilai yang ada di kehidupan nyata sebuah
masyarakat. Bahkan, nilai-nilai tersebut adalah nilai-nilai yang diidiealkan
pengarang untuk mengupas suatu masalah yang terjadi di kehidupan nyata
(Sumardjo, 1999: 3). Nilai-nilai inilah yang nantinya akan di analisis oleh
peneliti.
Berbicara tentang nilai, tentunya
cara setiap pengarang mengungkapkan nilai dalam karyanya pasti berbeda-beda.
Nurgiyantoro (1995: 36), menyatakan bahwa bentuk pengungkapan nilai dalam fiksi
itu ada dua macam, yaitu secara langsung dan tidak langsung. Bentuk penyampaian
secara langusng berarti nilai yang disampaikan oleh pengarang itu langsung
tampak atau tersurat, sedangkan penyampaian secara tidak langsung berarti nilai
yang disampaikan oleh pengarang itu terseirat dalam cerita dan berpadu dengan
unsur cerita lainnya yang kohesif. Melalui karya sastra seorang pengarang
bermaksud menyampaikan informasi, gambaran atau pesan tertentu kepada pembaca.
Sesuatu yang disampaikan itu salah satu sumber gagasannya membahas tentang
nilai-nilai pendidikan. Proses penciptaan karya sastra tidak lahir dalam
situasi kekosongan budaya dan pendidikan. Bagi seorang pengarang yang peka
terhadap permasalahan tersebut, dengan hasil perenungan, penghayatan, dan imajinasinya, maka akan melahirkan gagasan
dan ide dalam karya sastra berupa legenda edukasi.
Legenda
yang akan diteliti adalah legenda Malin Kundang dan Pulau Paku. Cerita rakyat
Malin Kundang adalah sebuah legenda yang hidup di Minangkabau, yaitu mengenai
seorang anak manusia yang bernama Malin Kundang, yang telah berhasil di rantau,
pulang dengan kapalnya bersama istrinya. Pada waktu kepulangannya itu, ibunya
menjemput Malin Kundang ke pelabuhan. Keadaan ibunya yang sudah tua dan melarat
menyebabkan Malin Kundang tidak mau mengakui orang tua itu sebagai ibunya.
Karena sangat kecewa, ibunya berdoa agar Allah menurunkan kutukan kepada
anaknya itu jika benar dia adalah anaknya. Doa si ibu terkabul dan kapal Malin
Kundang dan seisinya menjadi batu.
Sedangkan
legenda Pulau Paku mengisahkan seorang perompak yang gagah perkasa dan memiliki
anak buah yang cukup sakti hingga sulit ditaklukkan oleh musuhnya. Dia bernama
Laksamana Jangoi, perompak besar dan terkenal di tanah melayu pada zaman itu.
Laksamana Jangoi sangat mencintai seorang anak raja dari pulau Penyengat yang
bernama Putri Nilam. Namun, cintanya tidak direstui oleh sang raja sehingga
raja berniat menikahkan tuan putri dengan seorang raja yang berasal dari
Lingga. Karena cinta yang begitu besar pada Laksamana, tuan putri mengurung
diri dan tidak mau makan sehingga ia jatuh sakit, lalu meninggal. Berita
meninggalnya tuan putri sampai kepada Laksamana Jangoi, namun beliau tidak
percaya. Dengan keyakinan dan cinta yang besar, Laksamana Jangoi yakin bahwa
tuan putri masih hidup dan akan datang menemuinya di tengah-tengah perairan
kota Tanjungpinang. Laksamana terus menanti tuan putri sehingga kapal Laksamana
menjadi sebuah pulau yang kecil sebab bertahun-tahun Laksamana berada disitu.
Berikut
gambaran yang melatarbelakangi peneliti untuk menganalisis nilai pendidikan
pada Legenda Malin Kundang dan Pulau Paku. Kedua legenda di atas mengandung
nilai-nilai pendidikan religius, moral, sosial, dan budaya. Dalam legenda Malin
Kundang telah memberikan nilai pendidikan kepada anak-anak untuk tidak bersikap
durhaka kepada orang tuanya, terutama sang ibu. Semua anak haruslah berbakti
kepada orang tua, sebagaimana mereka yang telah merawat dan mendidik kita dari
kecil. Dalam legenda Malin Kundang pula, kita bisa mengetahui betapa
kesombongan si Malin Kundang telah membawanya ke situasi nan sangat merugikan
kehidupannya.
Berbeda
dengan nilai pendidikan yang terdapat pada legenda Pulau Paku yang mengisahkan
Laksamana Jangoi. Pertama, sifat cinta perdamaian pada sikap dan perilaku
Panglima Kawal yang memilih mengadakan perundingan damai dengan Laksamana
daripada berperang. Kedua, kesetiaannya pada janji yang telah dibuat dengan
Putri Nilam, bahwa ia akan menunggu kedatangan sang putri, sampai ia tak
percaya bahwa putri dikabarkan meninggal dunia dikarenakan sakit keras akibat
akan diperjodoh dengan raja dari Lingga.
1.1. Pembeberan Masalah
Dari
sekian banyak legenda, peneliti memilih legenda Malin Kundang karya Tira
Ikranegara dan legenda Pulau Paku yang bersumber dari cerita Laksamana Jangoi
karya Muharroni. Kedua legenda tersebut telah dibakukan dalam naskah teks yang
utuh sehingga dapat mempermudah peneliti dalam melakukan penelitian. Selain
persamaan yang terdapat dalam cerita tersebut, terdapat pula
perbedaan-perbedaan latar budaya yang menjadi ciri khas dari legenda tersebut,
sehingga menarik untuk dikaji lebih dalam sebagai sebuah kajian perbandingan.
Dengan
kata lain, ada beberapa alasan perlunya penelitian ini dilakukan, yaitu:
1.
Legenda Malin Kundang dan Pulau Paku
mulai terabaikan. kedua legenda ini sudah mulai jarang menjadi topik pembicaraan.
Apalagi legenda Pulau Paku yang hanya diketahui oleh sebagian masyarakat
Kepulauan Riau, belum diketahui secara umum. Hal ini yang mendasari peneliti
menganalisis kedua legenda tersebut.
2.
Rendahnya minat masyarakat untuk
mengetahui, mempelajari, dan memahami nilai-nilai pendidikan pada legenda
tersebut. Pada dasarnya masyarakat hanya sekadar mengetahui jalan ceritanya
saja, namun tidak ingin memperdalam nilai yang terkandung di dalam cerita
rakyat tersebut. Sebagaimana kedua legenda tersebut terkandung nilai pendidikan
religius, moral, sosial, dan budaya yang nantinya akan peneliti analisis pada
bagian pembahasan.
3.
Kajian analisis komparatif sangat jarang
dilakukan, khususnya di lingkungan Universitas Maritim Raja Ali Haji, Jurusan
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Maka dari itu perlunya penelitian ini
dilakukan, guna menambah koleksi penelitian yang ada saat ini.
1.2. Pembatasan Masalah
Dari
berbagai masalah yang telah dikemukakan, permasalahan penelitian ini dibatasi
pada analisis nilai pendidikan pada legenda Malin Kundang dan Pulau Paku. Hal
ini perlu dikaji untuk mengetahui nilai pendidikan yang terkandung dalam kedua
legenda tersebut. Hal ini disebabkan oleh rendahnya minat masyarakat untuk
mengetahui, mempelajari, dan memahami nilai-nilai pendidikan yang terkandung
pada karya sastra khususnya yang berbentuk legenda.
1.3. Perumusan Masalah
1.
Nilai-nilai pendidikan apa sajakah yang
terdapat dalam legenda Malin Kundang dan Pulau Paku?
1.4. Tujuan Penelitian
Tujuan
yang akan dicapai dalam penelitian deskriptif ini adalah untuk mengetahui
nilai-nilai pendidikan dan unsur ekstrinsik dalam legenda Malin Kundang dan
Pulau Paku.
1.5. Manfaat Penelitian
Dalam
penelitian ini, peneliti memiliki dua manfaat yaitu manfaat teoretis dan
manfaat praktik sebagai berikut :
1.5.1.
Manfaat Teoretis, penelitian ini
diharapkan dapat memberikan tambahan ilmu pengetahuan dan informasi tentang
nilai-nilai pendidikan yang terkandung di dalam legenda yang berkembang di Sumatera
Barat dan Tanjungpinang pada khususnya. Hasil penelitian ini diharapkan dapat
menjadi perangsang bagi penelitian lain untuk memperluas ruang lingkup
penelitian yang belum dikaji dalam penelitian ini. Selain itu juga dapat
memberi kesadaran dan bimbingan secara tidak langsung untuk menjaga kemurnian
unsur ekstrinsik, sehingga berguna bagi kemajuan dunia pendidikan.
1.5.2.
Manfaat Praktik, hasil penelitian ini
diharapkan dapat memberikan input kepada semua tenaga pendidik di bidang bahasa
dan sastra Indonesia pada khususnya sebagai bahan pertimbangan dalam
mengembangkan materi pembelajaran bagi peserta didik di sekolah. Selanjutnya,
hasil dari penelitian ini dapat dijadikan sebagai pedoman dalam memperluas dan
memperdalam materi pembelajaran, serta menggugah kesadaran dan memahami
terhadap nilai-nilai pendidikan yang terkandung di dalam kedua legenda
tersebut.
1.6. Definisi Istilah
Guna
menyatukan pandangan agar tidak terjadi kesalahpahaman dalam
menginterprestasikan permasalahan penelitian, maka peneliti mendefinisikan
istilah-istilah yang digunakan di dalam penelitian ini.
1.
Analisis komparatif adalah sejenis penelitian
deskriptif yang ingin mencari jawaban secara mendasar tentang sebab-akibat,
dengan menganalisis faktor-faktor penyebab terjadinya ataupun munculnya suatu
fenomena tertentu.
2.
Nilai pendidikan dalam karya sastra adalah
suatu yang diyakini kebenarannya dan mendorong
orang untuk berbuat positif di dalam kehidupannya sendiri atau bermasyarakat.
Sehingga nilai pendidikan dalam karya sastra disini yang dimaksud adalah
nilai-nilai yang bertujuan mendidik seseorang atau individu agar menjadi
manusia yang baik dalam arti berpendidikan.
3.
Legenda merupakan cerita
prosa rakyat yang dianggap oleh yang mempunyai cerita sebagai sesuatu yang
benar-benar terjadi.
4.
Legenda Malin Kundang
adalah cerita rakyat dari Sumatera Barat yang mengisahkan anak durhaka bernama
Malin yang dikutuk menjadi batu oleh ibunya karena kesombongan atas kekayaan
yang ia punya karena tak mengenali sosok ibunya yang renta.
5.
Legenda Pulau Paku adalah
cerita rakyat dari Tanjungpinang, Kepulauan Riau yang mengisahkan kesetiaan dan
cinta Laksamana Jangoi yang begitu besar yang menanti kedatangan Putri Nilam
yang telah meninggal dunia karena sakit keras akibat akan dinikahkan dengan
raja dari kerajaan Lingga.
Comments
Post a Comment
BC Adetya Rakasihwi - tidak bertanggung jawab atas isi komentar yang ditulis. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE