Haus Kasih Sayang
Hening, sunyi, senyap termenung duduk di hamparan
rerumputan menikmati hembusan angin, merasakan hangatnya mentari yang baru saja bangun dari tidurnya,
dan bergerak perlahan.
Menatap
hamparan langit yang mulai bersinar.
Sebut saja Ryan, seperti biasa dia selalu bangun
pagi-pagi hanya untuk melihat metamorfosis kegelapan menjadi terang.
“Wahh, ini selalu menjadi hal yang paling menakjubkan”,
kata Ryan. “Andai
saja aku bisa menjadi mentari yang dapat merubah kegelapan menjadi terang dalam
sekejap, ini benar-benar menakjubkan”.
“Kau tau aku sangat senang dapat melihatmu lagi” tambah
Ryan kepada matahari.
Matahari pun mulai menuju tempatnya, dan saatnya
Ryan beranjak dari kenyamanannya.
----oOo----
Dirumah. Suara keributan terdengar dari luar.
“Huhhh”, Ryan menghela nafas.
“Mana ryan, pagi-pagi udah kelayapan!! Kamu yang bener
dong jaga anak”, bentak Papa Ryan.
“Kok kamu jadi bentak-bentak aku sih”, Jawab Mama Ryan.
“Ya
iyalah, kamu
bisa ga sih jadi ibu? Jaga anak aja ga bener”, lanjut Papa Ryan.
“Brakkk”, terdengar suara pintu tertutup keras.
Seketika dua orang yang sedang bersitegang itu menoleh ke arah pintu
depan rumah. Dengan santai Ryan masuk kedalam rumah.
“Ryan, tutup pintu nya pelan-pelan dong” kata mama. “Dari
mana aja kamu? Pagi-pagi kok udah ga ada dirumah? Mama khawatir”
“Khawatir? Ga salah denger Ryan? Apa sih pedulinya Mama? Aku mau mandi dulu” jawab Ryan.
“Ryan!!!”, Teriak Papa. “Udah lah pa, urusin aja urusan kalian, aku capek
dengerin kalian”, sahut Ryan membantah, “Aku mau mandi dulu.”
Tidak lama kemudian, Ryan keluar dari kamar menggunakan
seragam, tanpa berpamitan dengan kedua orangtuanya ia bergegas menuju mobil
untuk berangkat ke sekolah.
Seperti biasa, Bibi Inem sudah ada di depan rumah untuk berbicara dengan Ryan.
“Den Ryan ga sarapan dulu? Bibi udah siapain sarapannya
lho? Lagian mama papa Den Ryan juga sudah menunggu”, Kata Bibi.
“Emm ga usah deh Bi, udah telat nihh, maaf ya. Lagian males banget sarapan
bareng mereka yang ada malah dengerin mereka berantem mulu”, Jawab Ryan.
“Ya sudahlah Den kalau begitu, yang sabar ya Den. Oiya hati-hati di jalan jangan
ngebut-ngebut”, Nasihat Bibi. Sambil melambaikan tangan Ryan menjawab, “Iya Bi, makasih ya dadaa”.
----oOo----
Di sekolah, Ryan memang sangat populer dikalangan
teman-temannya dan begitu pula di kalangan gurunya. Disamping tubuhnya
tinggi
dan berpostur atletis ini, ia juga memiliki tampang yang menarik, dan berasal dari keluarga yang
berada
pula. Namun dibalik
itu semua Ryan merasa dia adalah orang yang paling kesepian di dunia ini.
“Ryan kamu kenapa sih murung terus kaya gitu? Kerjakan
tugasnya!”, Perintah guru
bahasa Indonesia.
“Kenapa sih bu? Saya ini capek, saya ga mau di ganggu apapun dan oleh
siapapun”, Bantah Ryan.
“Apa kamu bilang? Ga pernah diajarkan sopan santun sama
orang tua ya?”, Ungkap Sang Guru penuh emosi.
Mendengar kata orangtua Ryan pun terdiam. “Ya, dia memang memiliki kedua orang
tua, namun sosok mereka nggak pernah nyata dalam kehidupan Ryan.”
Ryan yang merasa sangat sakit mendengar kata orang tua,
langsung bergegas pergi meninggalkan kelas tanpa sepatah katapun.
Ia pergi ke taman, tempat dimana dia memiliki sahabat
sejati. Kura- kura. Ya kura-kura
lah yang selalu menemani hari-harinya. Ryan merasa punya hubungan batin dengannya.
“Hei..” kata Ryan
sambil menatapnya.
Kura kura yang sedang berenang, perlahan
mendekati Ryan dan melihatnya dengan dalam.
“Kenapa? Kenapa aku memiliki orang tua, namun tidak bisa merasakan kasih sayangnya? Kenapa aku tidak bisa sama seperti mereka yang menikmati indahnya keluarga? Apa kamu tau? Seandainya kamu bisa bicara, mungkin aku akan sedikit bahagia berada di dunia ini” kata Ryan sambil berkaca-kaca.
“Kenapa? Kenapa aku memiliki orang tua, namun tidak bisa merasakan kasih sayangnya? Kenapa aku tidak bisa sama seperti mereka yang menikmati indahnya keluarga? Apa kamu tau? Seandainya kamu bisa bicara, mungkin aku akan sedikit bahagia berada di dunia ini” kata Ryan sambil berkaca-kaca.
Ryan pun berbaring di atas kursi taman sambil menatap birunya
langit. Kemudian ia berpikir “Mengapa aku terlahir di keluarga yang seperti
ini, mengapa aku mempunyai orang tua yang tidak memperdulikan hidupku dan aku tidak
mendapat kasih sayangnya” Setetes air mata turun menuruni pelupuk matanya.
“Mengapa aku tidak bisa hidup seperti anak-anak lain yang mempunyai orang tua
yang menyayangi dan mengasihi mereka?”. Ryan semakin terisak di dalam keheningan,
keperihan hati yang Ia rasakan henyak dapat ia bagi dengan kura-kura kesayangannya.
Ia berbaring hingga senja menjemput. Selanjutnya, Ia pun kembali kerumah dengan
mata yang sedikit sembab karena tangisanya. Namun tidak ada yang mengetahuinya.
Ia hendak masuk ke kamarnya namun Ia melihat kedua orang tuanya yang sedang
bersitegang. Saat Ia masuk kekamarnya dan langsung merendamkan diri di dalam
bath tub untuk menenangkan pikirannya walau hanya sejenak.
Sebenarnya
ia sudah tidak tahan dengan kondisi keluarganya yang caruk maruk seperti ini,
tapi mau gimana lagi inilah hidup yang Tuhan takdirkan untuknya. Walaupun perih
harus ia tanggung sendiri dan dengan terpaksa Ia harus melampiaskan kepada
hal-hal yang berbau negatif. Ia sempat berfikir untuk mengakhiri hidupnya tapi
ia tidak tega meninggalkan kedua orang tuanya.
Selesai
berendam ia berencana untuk pergi ke tempat hiburan malam dipusat kota. Ketika
ia hendak berangkat ia melihat keadaan rumahnya sedang kosong. Lalu ia berangkat
dengan mengendarai mobil CRV hitamnya dengan cukup laju menuju ke pusat kota
ketempat pub langganannya.
Sesampainya
disana ia memarkirkan mobilnya di tempat parkiran kemudian masuk kedalam pub
tersebut. Keadaan di dalamnya sangat ramai karena ini adalah pub yang sangat
terkenal di kota itu.
Ia
pun pergi ke meja bartender dan memesan satu botol vodka. Segera dihabiskannya
sebotol vodka itu lalu bergegas turun ke lantai dansa. Ia menari hingga di rasakannya
kepalanya sedikit pusing. Lekas Ia mengambil tempat duduk di ujung pub
tersebut. Sebenarnya Ia tidak datang sendirian di keramaian pub ini. Hanya saja
teman yang sudah berjanji menemuinya masih dalam perjalanan ke pub. So, Ia
menikmati waktunya sendiri hingga temannya sampai.
Setelah
setengah jam menunggu datanglah temannya yang bernama Davis, anak orang kaya
sama seperti dirinya. Ia pun menghampiri Ryan dan berkata “Sorry telat Bro,
Jakarta macet” Lalu Ryan hanya menganggukkan kepalanya karena kesadarannya
sudah mulai hilang.
Kemudian
Davis menyerahkan sebuah kantong yang berisi bubuk putih yang kita kenal
sebagai shabu secara sembunyi-sembunyi. Ryan pun menyerahkan uang bayaran
kepada Davis. Setelah menerima bungkusan tersebut Ryan langsung membuka dan menghisapnya
secara perlahan. Sesaat kesadarannya sudah hilang, ia pun tertidur di pub
tersebut.
Setelah
fajar tiba ia mulai sadar dengan kejadian semalam, ia memutuskan untuk pulang
kerumahnya. Sesampai dirumah Ryan dibukakan pintu oleh pembantunya. Lalu ia
bertanya “ Bi, di rumah ada orang gak?” Bibi itu menjawab “ Tidak ada Den, mama
sama papa udah berangkat kerja”. Ia hanya tersenyum kecil, karena sudah terbiasa
dengan keadaan seperti ini. Pulang pagi dan tidak ada yang memarahinya.
Ia
masuk ke kamar dan langsung menghempaskan dirinya di kasur elitnya itu.
Selanjutnya terlelap. Ia terbangun setelah senja dan berniat untuk mandi. Namun
tiba-tiba terdengar suara gaduh dari kamar orang tuanya. Ia tahu bahwa mereka
sedang berseteru lagi.
Direbahkan
tubuh atletis itu di kamar mandinya. Setelah satu jam lamanya berendam,
terdengar suara pintu kamarnya terbuka. Sontak terkejut karena Ryan sempat
ketiduran di dalam bath tubnya. Lalu terdengar suara mama memanggil “Ryan, kamu
ada didalam, Nak?” Ia menjawab “Iya Ma, aku lagi mandi”. Kkkrrrkkkkk terdengar
mamanya meninggalkan kamar dan menutup pintunya.
Usai
mandi, Ryan langsung merebahkan dirinya untuk tidur karena ia terlalu lelah
hari ini. Krrrrriiiiiiiiiiinnnggg, pukul satu malam Ryan terbangun dengan suara
handphonenya. Berniat tak ingin mengangkat siapapun yang menerlpon, namun karna
kerabat dekatnya Ryan pun mengangkatnya.
Dari
jauh terdengar suara laki-laki, siapa lagi bukan teman dekatnya, Davis. Ia
mengajak Ryan keluar tetapi Ryan berkata “Gua lagi gak enak badan Bro, besok
aja yah!”. “Ya udah deh besok Gua tunggu Lo di pub biasa ya?” Sahut Davis. Lalu
Ryan menjawab”OKE” Dan mematikan sambungan handphonenya.
Ryan
terlelap kembali dalam tidurnya. Tepat jam enam pagi Ia dibangunkan oleh
bibinya untuk mandi dan berangkat sekolah. Ia bangun dan langsung pergi mandi
untuk membersihkan diri. Selesai mandi ia turun kebawah, mengambil sarapannya
lalu berangkat ke sekolah seperti biasa dan tidak pernah mengikuti sarapan
bersama kedua orang tuanya. Ia tahu bila sarapan semeja pasti mereka akan
beramtem lagi.
Segera
Ryan menancap gas untuk melaju ke sekolahnya. Setibanya di kelas gurunya masuk
ke kelas dan kemudian mengajar hingga jam istirahat tiba “Kalian boleh
istirahat anak-anak” Ujar Sang Guru. Ryan pun bergegas ke kantin mengingat perutnya
sangat lapar. Dipesannya tiga mangkuk bakso sangking laparnya.
Tiga
puluh menit waktu istirahat berlalu, bel berbunyi anak-anak pun segera masuk ke
kelas. Namun tidak dengan Ryan. Ia bergegas ke taman biasa ia mengobrol dengan
kura-kuranya. Ia mencurahkan semua isi hatinya yang tidak terbendung lagi.
“Sebenarnya Gua sayang mereka. Tapi, kenapa mereka seperti ini sama Gua” Dengan
mata berkaca-kaca.
Selepas
mengunjungi kura-kura, Ia pun bergegas untuk pulang. Sesampainya dirumah Ryan langsung
mandi dan mempersiapkan diri untuk nanti malam. Pukul tujuh mobil Davis telah
parkir tepat di pekarangan rumah Ryan, mereka segera melaju ke pub bersama.
“Tumben Lo jemput Gua?” Tanya Ryan “Kalo gak gini pasti ada alasan aja Lo!”
Ujar Davis. Ryan pun hanya terkekeh mendengarnya.
Mobil
Davis bergegas menuju pusat kota dengan sangat kencangnya. Davis mengendarai
mobilnya hingga tiba-tiba ada sebuah minibus yang berhenti mendadak karena
mogok BRAAKK. Tabrakanpun tidak dapat terhindarkan. Mobil yang mereka tumpangi
menabrak minibus tersebut. Tubuh mereka di penuhi darah sedangkan supir minibus
tersebut mendapat luka ringan.
Davis
dan Ryan segera dibawa ke rumah sakit terdekat. Ryan kehilangan banyak darah
yang menyebabkan Ia koma berberapa minggu. Sedangkan Davis sudah sadar dan
kondisinya tidak begitu parah dibandingkan Ryan. Ryan mendapat perawatan
intensif dari dokter karena kondisinya tidak stabil.
Selepas
itu, dokter utama yang menangani Ryan tersebut memanggil kedua orangtuanya,
“Ibu dan bapak tahu dengan penyakit yang diderita Ryan?” Tanya Sang Dokter. Kedua
orangtua Ryan menggeleng “Memangnya Ia ada penyakit apa, Dok? Tanya mama Ryan.
Dokter menundukan kepala lalu ia menegakkannya kembali dengan raut wajah sedih.
“Anak
bapak dan ibu mengidap leukemia stadium akhir. Ia sudah sering datang kemari dan keadaannya ini diperparah karena dia
mengonsumsi minuman keras dan narkoba. Ditambah juga dia selalu menolak tawaran
untuk rawat inap. Dia pernah berkata pada saya, kalau ia memang sudah tidak
ingin hidup lagi karena sudah sangat perih untuk menanggung beban hidupnya.”
Ujar Sang Dokter.
Kedua
orangtua Ryan terperangah dengan semua yang diucapkan dokter tersebut. Lalu
dokter itu melanjutkan kembali omongannya “Ini sudah stadium akhir pak, bu. Tidak
ada yang dapat kami lakukan sekarang hanya tinggal menunggu waktunya saja”.
Mama
Ryan tidak sanggup menahan tangisnya, Ia menangis dan berontak sejadi-jadinya.
Mereka berdua kemudian pergi menemui kamar dimana Ryan dirawat. Tak lama
kemudian Ryan terbangun dari masa komanya.
Mamanya
langsung memeluk erat tubuh anak sematawayangnya itu sambil menangis histeris.
“Kenapa kamu tidak memberi tahu mama, Nak tentang penyakitmu!!” Ujar Mama Ryan.
“Percuma Ma, Ryan katakana pun kalian gak akan pernah peduli dengan kondisi Ryan”
Ujar Ryan. Kedua orang tuanya pun mengerti bahwa selama ini mereka telah
membuat Ryan seperti ini. Mereka terlalu egois mereka hanya memikirkan diri
mereka saja tanpa memerhatikan kondisi anaknya.
Kedua
orangtua Ryan sepakat untuk membuat hal yang membahagiakan untuk anaknya itu.
Ternyata Ryan hanya menginginkan kedua orangtuanya memeluknya sekarang dengan
penuh kasih sayang dan cinta kasih selayaknya orang tua kepada anaknya.
Setelah
kedua orangtua Ryan melepaskan pelukannya, Ryan pun pergi meninggal. Ia
tertidur untuk selama-lamanya. Orang tuanya amat menyesal karena tidak pernah memerhatikan
kondisi anak sematawayangnya itu. Perasaan kecewa dan menyesal menyelimuti
mereka, karena mereka baru bisa membuat Ryan bahagia saat ajal menjemputnya.
TAMAT
Comments
Post a Comment
BC Adetya Rakasihwi - tidak bertanggung jawab atas isi komentar yang ditulis. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE