Bahasa Jurnalistik
Bahasa
jurnalistik merupakan bahasa komunikasi massa sebagai tampak dalam
harian-harian surat kabar dan majalah. Dengan fungsi yang demikian itu bahasa
jurnalistik harus jelas dan mudah dibaca dengan tingkat ukuran intelektual minimal.
Menurut JS Badudu (1988) bahasa jurnalistik memiliki sifat-sifat khas yaitu
singkat, padat, sederhana, lugas, menarik, lancar dan jelas.
Sifat-sifat
khas itu penting untuk memudahkan pembaca memahami maksud dari tulisan. Membuat
pembaca mau membaca secara keseluruhan tanpa merasa tersita waktunya untuk
menyelesaikan bacaan tersebut. Karena itu, tulisan yang dikirim ke media
haruslah singkat dengan menghindari penjelasan yang panjang dan bertele-tele.
Meki
singkat, tulisan juga harus padat, memberikan informasi yang lengkap dengan
menerapkan ekonomi kata. Artinya, membuang setiap kata dan kalimat yang
mubazir.
Tulisan
untuk media juga harus menggunakan bahasa yang sederhana. Seorang penulis harus
berupaya memilih kalimat tunggal dan sederhana, bukan kalimat majemuk dan
panjang, apalagi rumit dan komplek. Gunakanlah kalimat yang efektif, praktis
dan tidak berlebihan (tidak bombastis).
Bahasa
jurnalistik memiliki kaidah-kaidah tersendiri yang membedakannya dengan ragam
bahasa yang lain. Bahasa Indonesia pada karya-karya jurnalistiklah yang bisa
dikategorikan sebagai bahasa jurnalistik atau bahasa pers.
Bahasa
jurnalistik memiliki karakter yang berbeda-beda berdasarkan jenis tulisan yang
akan terberitakan. Bahasa jurnalistik yang digunakan untuk menuliskan reportase
investigasi tentu lebih cermat bila dibandingkan dengan bahasa yang digunakan
dalam penulisan features.
Marshall
McLuhan sebagai penggagas teori “Medium is the message” menyatakan bahwa setiap
media mempunyai tatabahasanya sendiri yakni seperangkat peraturan yang erat
kaitannya dengan berbagai alat indra dalam hubungannya dengan penggunaan media.
Setiap tata bahasa media memiliki kecenderungan (bias) pada alat indra
tertentu. Oleh karenanya media mempunyai pengaruh yang berbeda pada perilaku
manusia yang menggunakannya (Rakhmat, 1996: 248).
Secara
lebih seksama bahasa jurnalistik dapat dibedakan pula berdasarkan bentuknya
menurut media menjadi bahasa jurnalistik media cetak, bahasa jurnalistik radio,
bahasa jurnalistik televisi dan bahasa jurnalistik media online internet.
Bahasa jurnalistik media cetak, misalnya, kecuali harus mematuhi kaidah umum
bahasa jurnalistik, juga memiliki ciri-ciri yang sangat khusus yang
membedakannya dari bahasa jurnalistik radio, bahasa jurnalistik TV, dan bahasa
jurnalistik media online internet.
Terdapat
17 ciri utama bahasa jurnalistik yang berlaku untuk semua bentuk media berkala
tersebut. yakni sederhana, singkat, padat, lugas, jelas, jernih, menarik,
demokratis, populis, logis, gramatikal, menghindari kata tutur, menghindari
kata dan istilah asing, pilihan kata. (diksi) yang tepat, mengutamakan kalimat
aktif, sejauh mungkin menghindari pengunaan kata atau istilah-istilah teknis,
dan tunduk kepada kaidah etika (Sumadiria, 2005:53-61). Berikut perincian
penjelasannya.
1.
Sederhana
Sederhana
berarti selalu mengutamakan dan memilih kata atau. kalimat yang paling banyak
diketahui maknanya oleh khalayak pembaca yang sangat heterogen, baik dilihat
dari tingkat intelektualitasnya maupun karakteristik demografis dan
psikografisnya. Kata-kata dan kalimat yang rumit, yang hanya dipahami maknanya
oleh segelintir orang, tabu digunakan dalam bahasa jurnalistik.
2.
Singkat
Singkat
berarti langsung kepada pokok masalah (to the point), tidak bertele-tele, tidak
berputar-putar, tidak memboroskan waktu pembaca yang sangat berharga. Ruangan
atau kapling yang tersedia pada kolom-¬kolom halaman surat kabar, tabloid, atau
majalah sangat terbatas, sementara isinya banyak dan beraneka ragam.
Konsekwensinya apa pun pesan yang akan disampaikan tidak boleh bertentangan
dengan filosofi, fungsi, dan karakteristik pers.
3. Padat
Menurut.
PatmonoSK, redaktur senior Sinar Harapan dalam buku Teknik Jurnalislik (1996:
45), padat dalam bahasa jurnalistik berarti sarat informasi. Setiap kalimat dan paragrap yang ditulis memuat
banyak informasi penting dan menarik untuk khalayak pembaca. Ini berarti
terdapat perbedaan yang tegas antara kalimat singkat dan kalimat padat. Kalinat
yang singkat tidak berarti memuat banyak informasi. Sedangkan kaliamat yang
padat, kecuali singkat juga mengandung lebih banyak informasi.
4. Lugas
Lugas
berarti tegas, tidak ambigu, sekaligus menghindari eufemisme atau penghalusan
kata dan kalimat yang bisa membingunglian khalayak pembaca sehingga terjadi
perbedaan persepsi dan kesalahan konklusi. Kata yang lugas selalu menekankan
pada satu arti serta menghindari kemungkinan adanya penafsiran lain terhadap
arti dan makna kata tersebut.
5.Jelas
Jelas
berarti mudah ditangkap maksudnya, tidak baur dan kabur. Sebagai contoh, hitam
adalah wara yang jelas. Putih adalah warna yang jelas. Ketika kedua warna itu
disandingkan, maka terdapat perbedaan yang tegas mana disebut hitam, mana pula
yang disebut putih. Pada. Kedua warna itu
sama sekali tidak ditemukan nuansa warna abu-abu. Perbedaan warna hitam
dan putih melahirkan kesan kontras. Jelas di sini mengandung tiga arti: jelas
artinya, jelas susunan kata atau kalimatnya sesuai dengan kaidah subjek-objek-predikat- keterangan
(SPOK), jelas sasaran atau maksudnya.
6.Jernih
Jernih
berarti bening, tembus pandang, transparan, jujur, tulus, tidak menyembunyikan
sesuatu yang lain yang bersifat negatif seperti prasangka atau fitnah. Sebagai
bahan bandingan, kita hanya dapat menikmati keindahan ikan hias arwana atau
oscar hanya pada akuarium dengan air yang jernih bening. Oscar dan arwana tidak
akan melahirkan pesona yang luar biasa apabila dimasukkan ke dalam kolam besar di persawahan yang
berair keruh.
Dalam
pendekatan analisis wacana, kata dan kalimat yang jernih berarti kata dan kalimat yang tidak memiliki agenda
tersembunyi di balik pemuatan suatu berita atau laporan kecuali fakta,
kebenaran, kepentingan public. Dalam bahasa kiai, jermh berarti bersikap
berprasangka baik (husnudzon) dan sejauh mungkin menghindari prasangka buruk
(suudzon). Menurut orang komunikasi, jernih berarti senantiasa mengembangkan
pola piker positif (positive thinking) dan menolak pola pikir negative
(negative thinking). Hanya dengan pola pikir positif kita akan dapat melihat
semua fenomena dan persoalan yang terdapat dalam masyarakat dan pemerintah
dengan kepala dingin, hati jernih dan dada lapang.
Pers,
atau lebih luas lagi media massa, di mana pun tidak diarahkan untuk membenci
siapa pun. Pers ditakdirkan untuk menunjukkan sekaligus mengingatkan tentang
kejujuran, keadilan, kebenaran, kepentingan rakyat. Tidak pernah ada dan memang tidak boleh ada,
misalnya hasutan pers untuk meraih kedudukan atau kekuasaan politik sebagaimana
para anggota dan pimpinan partai politik.
7.
Menarik
Bahasa
jurnalistik harus menarik. Menarik artinya mampu membangkitkan minat dan
perhatian khalayak pembaca, memicu selera baca, serta membuat orang yang sedang
tertidur, terjaga seketika. Bahasa jurnalistik berpijak pada prinsip: menarik,
benar, dan baku.
Bahasa
ilmiah merujuk pada pedoman: benar dan baku saja. Inilah yang menyebabkan
karya-karya ilmiah lebih cepat melahirkan rasa kantuk ketika dibaca daripada
memunculkan semangat dan rasa penasaran untuk disimak lebih lama. Bahasa
jurnalistik hasil karya wartawan, sementara karya ilmiah hasil karya ilmuwan.
Wartawan sering juga disebut seniman.
Bahasa
jurnalistik menyapa khalayak pembaca dengan senyuman atau bahkan cubitan
sayang, bukan dengan mimik muka tegang atau kepalan tangan dengan pedang.
Karena itulah, sekeras apa pun bahasa jurnalistik, ia tidak akan dan tidak
boleh membangkitkan kebencian serta permusuhan dari pembaca dan pihak mana pun.
Bahasa jurnalistik memang harus provokatif tetapi tetap merujuk kepada
pendekatan dan kaidah normatif. Tidak
semena-mena, tidak pula bersikap durjana. Perlu ditegaskan salah satu fungsi
pers adalah edukatif. Nilai dan nuansa edukatif itu, juga harus tampak pada
bahasa jurnalistik pers.
8.
Demokratis
Salah
satu ciri yang paling menonjol dari bahasa jurnalistik adalah demokratis.
Demokratis berarti bahasa jurnalistik tidak mengenal tingkatan, pangkat, kasta,
atau perbedaan dari pihak yang menyapa dan pihak yang disapa sebagaimana di
jumpai dalam gramatika bahasa Sunda dan bahasa Jawa. Bahasa jurnalistik
menekankan aspek fungsional dan komunal,
sehingga samasekali tidak dikenal pendekatan feudal sebagaimana dijumpai pada masyarakat dalam lingkungan
priyayi dan kraton.
Bahasa
jurnalistik memperlakukan siapa pun apakah presiden atau tukang becak, bahkan
pengemis dan pemulung secara sama.Kalau dalam berita disebutkan presiden
mengatakan, maka kata mengatakan tidak bisa atau harus diganti dengan kata
bersabda. Presiden dan pengemis keduanya
tetap harus ditulis mengatakan. Bahasa jurnalistik menolak pendekatan
diskriminatif dalam penulisan berita, laporan, gambar, karikatur, atau teks foto.
Secara
ideologis, bahasa jurnalistik melihat setiap individu memiliki kedudukan yang
sama di depan hukum schingga orang itu
tidak boleh diberi pandangan serta perlakuan yang berbeda. Semuanya sejajar dan
sederajat. Hanya menurut perspektif nilai berita (news value) yang membedakan
diantara keduanya. Salah satu penyebab utama mengapa bahasa Indonesia dipilih
dan ditetapkan sebagai bahasa negara, bahasa pengikat persatuan dan kesatuan bangsa, karena. bahasa
Melayu sebagai cikal bakal bahasa Indonesia memang sangat demokratis. Sebagai
contoh, prisiden makan, saya makan, pengemis makan, kambing makan.
9.
Populis
Populis
berarti setiap kata, istilah, atau kalimat apa pun yang terdapat dalam
karya-karya jurnalistik harus akrab di telinga, di mata, dan di benak
pikiran khalayak pembaca, pendengar,
atau. pemirsa. Bahasa jurnalistik harus merakyat, artinya diterima dan diakrabi
oleh semua lapisan masyarakat. Mulai dari pengamen sampai seorang presiden,
para pembantu rumah tangga sampai ibu-ibu pejabat dharma wanita. Kebalikan dari
populis adalah elitis. Bahasa yang elitis adalah bahasa yang hanya dimengerti
dan dipahami segelintir kecil orang saja, terutama mereka yang berpendidikan
dan berkedudukan tinggi.
10.
Logis
Logis
berarti apa pun yang terdapat dalam
kata, istilah, kalimat, atau paragraph jurnalistik harus dapat diterima dan tidak
bertentangan dengan akal sehat (common sense). Bahasa jurnalistik harus dapat
diterima dan sekaligus mencerminkan nalar. Di sini berlaku hokum logis. Sebagai
contoh, apakah logis kalau dalam berita dikatakan: jumlah korban tewas dalam
musibah longsor dan banjir banding itu 225 orang namun sampai berita ini
diturunkan belum juga melapor.. Jawabannya tentu saja sangat tidak logis,
karena mana mungkin korban yang sudah tewas, bisa melapor?
Comments
Post a Comment
BC Adetya Rakasihwi - tidak bertanggung jawab atas isi komentar yang ditulis. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE