KESENIAN MAK YONG


Mak Yong adalah seni teater tradisional masyarakat Melayu yang sampai sekarang masih digemari dan sering dipertunjukkan sebagai dramatari dalam forum internasional. Di zaman dulu, pertunjukan mak yong diadakan orang desa di pematang sawah selesai panen padi.
Dramatari mak yong dipertunjukkan di negara bagian Terengganu, Pattani, Kelantan, dan Kedah. Selain itu, mak yong juga dipentaskan di Kepulauan Riau Indonesia. Di Kepulauan Riau, mak yong dibawakan penari yang memakai topeng, berbeda dengan di Malaysia yang tanpa topeng.
Pertunjukan mak yong dibawakan kelompok penari dan pemusik profesional yang menggabungkan berbagai unsur upacara keagamaan, sandiwara, tari, musik dengan vokal atau instrumental, dan naskah yang sederhana. Tokoh utama pria dan wanita keduanya dibawakan oleh penari wanita. Tokoh-tokoh lain yang muncul dalam cerita misalnya pelawak, dewa, jin, pegawai istana, dan binatang. Pertunjukan mak yong diiringi alat musik seperti rebab, gendang, dan tetawak.
Mak Yong berkembang di Indonesia melalui Riau, Lingga, yang pernah menjadi pusat pemerintahan Kerajaan Johor. Perbedaan dengan Mak Yong di Kelantan yang tidak menggunakan topeng, Mak Yong di Batam dan Bintan menggunakan topeng untuk sebagian karakter dayang Raja, Puteri, penjahat, setan, dan semangat, sama seperti yang dipraktikan di Nara Yala. Pada akhir abad lalu, Mak Yong bukan saja menjadi pertunjukan harian, tetapi juga sebagai adat istiadat raja memerintah. Mak Yong juga digunakan untuk merawat orang yang sakit. Praktik ini tidak lagi dipraktikan termasuk pula di Indonesia. Di antara orang terakhir yang mempraktikan Mak Yong untuk merawat pasien adalah Tuk Atan di Bintan dan Pak Basri di Batam, keduanya telah meninggal. Bagaimana pun, Mak Yong masih dipersembahkan dengan adat istiadat di panggung. Mantera yang dilakukan diwariskan dari seseorang kepada pewarisnya. Sekarang di Batam dan Bintan, praktisi Mak Yong merupakan generasi ketiga dan telah ada hampir selama 150 tahun dan menghadapi ancaman kepunahan. Indonesia telah mengambil langkah memelihara Mak Yong dengan melancarkan program merekam tradisi ini dengan bantuan Persatuan Tradisi Lisan dan membantu para praktisi Mak Yong melanjutkan pertunjukan mereka dengan bantuan peralatan dan pakaian. Rekaman tersebut disimpan di Kantor Persatuan Tradisi Lisan dan PUSKAT di Jakarta (Yogyakarta).
Dalam latihan tradisi Mak Yong, setiap pemain akan diajarkan keseluruhan peranan watak dalam Mak Yong, termasuk Raja, Permaisuri, bangsawan istana dan pelawak termasuk para panglima. Mereka turut diajarkan berbagai kisah Mak Yong, termasuk Dewa Muda, Dewa Pecil dan Hijau-hijau Intan Permata. Selain itu, mereka akan belajar sejumlah besar lagu pengiring Mak Yong, termasuk Pak Yong Muda, Sedayung Mak Yong, Sedara Tonggek, Kisah Barat, Barat Cepat, Lagu Kabar ke Pengasuh dan Mengulit. Setelah seorang pelajar telah menguasai semua aspek ini, mereka akan menyelesaikan pengajaran dengan melalui upacara sembah guru sebagai tanda selesainya pembelajaran Mak Yong.


JENIS-JENIS MAK YONG
Ada 8 jenis pertunjukan Mak Yong yang pernah ada. Setiap jenis persembahan Mak Yong ini memiliki sedikit perbedaan yang membedakan di antara satu dengan yang lain. Jenis-jenis Mak Yong tersebut adalah:
·         Mak Yong Pattani - berada di Pattani, Yala dan Narathiwat, tiga daerah di selatan Thailand yang dahulunya merupakan wilayah Kesultanan Melayu Pattani.
·         Mak Yong Kelantan - ditemui di negeri Kelantan dan daerah Besut, Terengganu, Malaysia.
·         Mak Yong Kedah - ditemui di negeri Kedah, Malaysia.
·         Mak Yong Laut - ditemui di negeri Perlis (Malaysia) dan wilayah Satun (Thailand).
·         Mak Yong Riau - ditemui di Wilayah Riau, Indonesia.
·         Mak Yong Medan - ditemui di Medan, wilayah Sumatera Utara, Indonesia.
·         Mak Yong Kalimantan - ditemui di Kalimantan, Indonesia.
·         Mak Yong Mantang - ditemui di Pulau Mantang, Bintan, Kepulauan Riau, Indonesia. Merupakan jenis makyong yang memakai topeng.


CERITA MAK YONG
Cerita yang disajikan dalam pementasan Makyong sebagian besar sudah dikenal secara luas, karena cerita dalam Makyong berasal dari folktale atau warisan dari tukang cerita istana. Tidak ada peninggalan tertulis tentang lakon Makyong. Semua lakon ditularkan melalui tradisi lisan. Di antara cerita-cerita Makyong yang sangat terkenal ialah Tuan Putri Ratna Emas, Nenek Gajah dan Daru, Cerita Gondang, Wak Peran Hutan, Gunung Intan, Dewa Muda, Dewa Indra Dewa, Megat Muda, Megat Sakti, Megat Kiwi, Bungsu Sakti, Putri Timun Muda, Raja Muda Laleng, Raja Tingkai Hati, Raja Dua Serupa, Raja Muda Lembek, dan Gading Betimbang. Kadang-kadang juga dipentaskan cerita yang berasal dari Mahabarata, Ramayana, cerita Panji, dan Pagarruyung. Cerita dan bahan yang disebut terakhir sudah beda jauh dari aslinya, sehingga hanya dapat dikenal dari bingkai atau polanya saja. Sebagai contoh adalah cerita Koripan yang berasal dari cerita Panji.

Jika dalam pewayangan (wayang purwa) dikenal cerita-cerita yang tabu dipentaskan tanpa sesaji atau semah dan upacara khusus, Makyong pun memiliki ceritera seperti itu, yaitu lakon Nenek Gajah dan Daru. Cerita ini mengisahkan tentang seekor hewan mitologis Melayu bernama Gajah Mina di Pusat Tasik Pauh Janggi yang bertempur dengan bermacam-macam ular dan naga. Anggota kelompok Makyong dan masyarakat di sekitar Mantang Arang percaya bahwa jika cerita ini dipentaskan tanpa semah dan upacara tertentu, hal itu akan mendatangkan badai dahsyat.

Tokoh pertunjukan Makyong terdiri dari: Pakyong atau Raja, Pakyong Muda atau Pangeran, Makyong atau Permaisuri yang disebut juga Mak Senik, Putri Makyong atau Putri Raja, Awang Pengasuh atau pelayan raja yang berjumlah lebih dari satu orang, Orang tua, Dewa, Jin dan Raksasa, dan para Pembatak. Peran-peran wanita ialah Makyong, Putri, Inang, dan Dayang. Pakyong merupakan tokoh pria, namun dibawakan oleh wanita. Peran-peran seperti Awang, Mak Perambun, Wak Petanda Raja, Wak Nujum, Dewa, Jin, Pembatak, dan Raksasa dibawakan oleh pria.


MUSIK, TARI, DAN NYANYI
Dalam teater Makyong dikenal lagu Tabuh, Betabik, Awang Nak Bejalan, Selendang Awang, Colak Adik Hitam, Sedayung Makyong, Gendang Tinggi, Jalan Masuk, Mengulit Kasih, Cik Poi, Lenggang Tanduk, Cik Milik, Lagu Rancak, Bunga Kuning, Timang Welo, Lagu Sabuk, Gemalai Lagu Kelantan, dan Ikan Kekek yang diringi dengan alat-alat musik. Lagu-lagu ini dibawakan dengan tari dan dengan atau tanpa lirik. Dalam pertunjukan Makyong, para pelakon/pemain berjalan dengan gerak tari sederhana. Gerakan yang sederhana itu menggambarkan watak para pelakon. Misalnya seorang wanita pemeran Pakyong harus memperlihatkan gerakan yang cekatan untuk menggambarkan bahwa dirinya seorang pria.

Contoh perbedaan gerakan pria dan wanita ialah dalam cara duduk. Duduk bersila, berlipat lutut peria, dan bersimpuh (bertimpuh) merupakan cara duduk untuk wanita. Duduk dengan menegakkan lutut merupakan cara duduk untuk pria dan wanita. Gerakan-gerakan lain dalam pertunjukan Makyong ialah ketika berdiri: tegak merendah, bersilang kaki, berputar di tempat, beringsut setengah lingkaran ke kiri dan ke kanan, dan bergeser sejajar dengan lingkaran. Ketika melangkah dikenal gerakan langkah berjalan, melenggang, langkah terhenti, langkah tari, langkah segi tiga atau mengubah arah, langkah segi empat, langkah mengejar, dan bergegas. Gerakan yang dipakai untuk tangan yaitu lenggang berjalan untuk pria, lenggang berjalan untuk Mak Inang, sembah pembuka, gerak tari pembuka ketika duduk dan berdiri, gerak tari sabuk kiri dan kanan, gerak tari asyik, gerak tari ular sawah, gerak tari mabuk, gerak tangan sebelah ketika berundur, gerak tari tanduk, gerak kecipung, gerak senandung jamak, dan gerak aba-aba.

Jenis tari yang terdapat dalam teater Makyong yaitu tari pembukaan yang disebut Betabik, tari berjalan jauh atau dekat, tari ragam atau tari gembira, dan tari perang atau gerak silat. Tari hiburan yang dilakukan oleh inang dan dayang berupa tari Inai, yaitu tari untuk upacara perkawinan dan tari Bersenang Hati di Taman, yaitu tari untuk menghibur tuan putri.


TATA BUSANA, TOPENG, DAN PROPERTI
Tata busana dalam teater Makyong adalah sebagai berikut. Pertama, tokoh Pakyong atau Pakyong Tua memakai baju berlengan pendek, berseluar (bercelana), berdagang luar (kain samping), celemek (alas dada atau elau berhias manik-manik), tanjak berhias manikmanik, selampai, bengkung, pending, sabuk, keris, dan tongkat berbelah tujuh, serta canggai di jari-jarinya. Warna pakaiannya dipilih yang hitam atau warna gelap lainnya.

Kedua, tokoh Pakyong Muda mengenakan pakaian seperti Pakyong Tua dengan warna muda atau cerah. Kain samping yang disebut dagang luar dipakai sedikit di atas lutut atau lebih singkat dari yang dipakai Pakyong Tua. 

Ketiga, tokoh Makyong memakai kebaya panjang dari bahan yang mengkilap, selendang bersulam keemasan, pending menindih selendang, dan memakai mahkota di kepala.

Keempat, tokoh Putri Makyong hampir sama pakaiannya dengan pakaian Makyong, tetapi warnanya lebih muda atau cerah.

Kelima, tokoh Awang memakai kaos oblong putih atau gunting cina, warna seluarnya boleh berbeda dengan bajunya, berdagang luar kain pelekat, dengan atau tanpa ikat kepala.

Keenam, tokoh Mak Inang Pengasuh memakai baju kurung pendek, kain sarung, dan selendang yang diikat di dada. 

Ketujuh, tokoh Dayang-dayang memakai pakaian seperti Putri Makyong dengan bahan dan warna yang lebih sederhana.

Kedelapan, tokoh Tata busana untuk pemeran Jin, Raksasa, Pembatak, Wan Perambun, dan lain-lain cukup dengan pakaian rakyat setempat, seperti teluk belanga atau memakai kaos oblong seperti si Awang.

Semua tokoh yang dimainkan oleh pria memakai topeng yang disesuaikan dengan wataknya. Khusus untuk Mak Inang Pengasuh, peran dipegang oleh seorang pria yang memakai topeng putih dan bersanggul. Topeng juga dikenakan oleh pemeran hewan seperti harimau, gajah, garuda, burung, ular, naga, ikan, dan lain-lain.

Topeng yang biasa digunakan dalam pertunjukan Makyong ialah topeng Datuk Betara Guru atau Wak Petela Guru, Wak Petala Siu (guru si raja jin), Awang Pengasuh, Wak Petanda Raja (punggawa), Inang Tua, Apek atau Cina Tua, Mamak atau rakyat, Wak Perambun, Jin Kafri Gangga, dan Pembatak. Topeng yang masih dimiliki kelompok Makyong Mantang Arang ialah topeng Datuk Betara Guru berwarna putih, topeng Wak Perambun berwarna hijau, topeng Wak Petanda Raja berwarna merah, dan topeng Jin Kafri Gangga. Semua topeng tersebut dapat digunakan dalam berbagai cerita Makyong.


Properti dalam pementasan Makyong tidak disiapkan secara khusus, kecuali sebuah bilai yang dibuat dari bambu yang dibelah tujuh. Bilai ini selalu dibawa oleh raja (Pakyong) dan pangeran (Pakyong Muda) yang digunakan untuk memukul Awang (pengasuh) bila terlambat datang ketika dipanggil atau ketika Awang mengkritik dengan tajam. Properti lainnya ialah sepotong kayu bengkok yang dipakai Awang untuk menarik leher teman bermainnya yang sederajat.

Apabila cerita dalam pertunjukan Makyong menghendaki adanya barang berupa layang-layang ajaib, salah seorang pemain dengan cepat melepaskan ikat kepalanya dan diikatkan pada ujung tongkat sehingga penonton sudah dapat membayangkan itu sebagai layang-layang ajaib. Demikian pula untuk menggambarkan tongkat sakti, geliga bertuah, dan sebagainya.


Sumber:
https://id.wikipedia.org/wiki/Mak_Yong
http://uun-halimah.blogspot.co.id/2008/03/mak-yong.html
http://www.adicita.com/artikel/detail/30/509/Teater-Makyong-Riau-dan-Pengembangannya

Comments